Banyak
sekali bertebaran kisah-kisah tentang terbunuhnya Husain dari berbagai
sumber terutama dari kalangan Syiah. Disini saya mencoba menyusun
tulisan dari beberapa tulisan yang telah ada dengan mendasarkan
pendapat-pendapat Ibnu Taimiyah dan juga Muridnya ibnu Katsir dalam
kitabnya
Al bidayah Wannihayah disertai sumber-sumber otentik dari hadits-hadits dan atsar yang telah sah.
Isyarat akan terbunuhnya HusainJauh hari sebelum Husain terbunuh, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah bercerita Kepada Ali bin Abi Thalib bahwa Husain akan
wafat dalam keadaan terbunuh. Adz-Dzahabi rahimahullah membawakan dari
dari ‘Ali, ia berkata:
“Aku datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika
kedua mata beliau bercucuran air mata, lalu beliau bersabda: “Jibril
baru saja datang, ia menceritakan kepadaku bahwa Husain kelak akan mati
dibunuh. Kemudian Jibril berkata: “Apakah engkau ingin aku ciumkan
kepadamu bau tanahnya?”. Aku menjawab: “Ya. Jibril lalu menjulurkan
tangannya, ia menggenggam tanah satu genggaman. Lalu ia memberikannya
kepadaku. Sehingga karena itulah aku tidak kuasa menahan air mataku”.
[1]
Kronologi terbunuhnya Husain Radiyallahu anhu
Ketika Mu’awiyah Radhiyallahu ‘anhu resmi menjadi khalifah, maka
Mu’awiyah Radhiyallahu ‘anhu juga sangat memuliakannya, bahkan sangat
memperhatikan kehidupan Husain Radhiyallahu ‘anhu dan saudaranya,
sehingga sering memberikan hadiah kepada keduanya. Tetapi, ketika Yazid
bin Mu’awiyah diangkat sebagai khalifah, Husain Radhiyallahu ‘anhu
bersama Ibnu Zubair Radhiyallahu ‘anhu termasuk yang tidak mau
berbai’at. Bahkan penolakan itu terjadi sebelum Mu’awiyah Radhiyallahu
‘anhu wafat ketika Yazid sudah ditetapkan sebagai calon khalifah
pengganti Mu’awiyah.
Oleh karena itu, beliau berdua keluar dari Madinah dan lari menuju
Mekah. Kemudian keduanya menetap di Makkah. Ibnu Zubair Radhiyallahu
‘anhu menetap di tempat shalatnya di dekat Ka’bah, sedangkan Husain
Radhiyallahu ‘anhu di tempat yang lebih terbuka karena di kelilingi
banyak orang.
Selanjutnya, banyak surat yang datang kepada Husain Radhiyallahu
‘anhu dari penduduk Irak membujuk beliau supaya memimpin mereka. Menurut
isi surat, mereka siap membai’at Husain Radhiyallahu ‘anhu
.dan surat-surat itu diantaranya juga berisi pernyataan gembira atas kematian Muawiyah Radhiyallahuanhu.
[2]
kita ketahui penduduk Irak bahkan hinggan saat ini memang banyak diwarnai oleh pemikiran Rafidah (syiah) dan khawarij
Tidak cukup dengan surat saja, mereka terkadang mendatangi Husain
radhiyallahu ‘anhu di Makkah, mengajak Beliau
radhiyallahu ‘anhu berangkat ke Kufah dan berjanji akan menyediakan pasukan
[3]. Para Sahabat seperti Ibnu Abbâs
radhiyallahu ‘anhuma kerap kali menasehati Husain
radhiyallahu ‘anhu agar tidak memenuhi keinginan mereka, karena ayah Husain
radhiyallahu ‘anhu, Ali bin Abi Thalib
radhiyallahu ‘anhu, dibunuh di Kufah dan Ibnu ‘Abbas
radhiyallahu ‘anhu khawatir mereka membunuh Husain
radhiyallahu ‘anhu juga disana.
Saat hendak berangkat dari Mekah menuju Irak, di negeri tempat beliau
terbunuh, Husain Radhiyallahu ‘anhu meminta nasehat kepada Ibnu Abbas
Radhiyallahu ‘anhuma.
Maka, Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu ‘anhma berkata: “Kalaulah tidak
dipandang tidak pantas, tentu aku kalungkan tanganku pada kepalamu
(maksudnya hendak mencegah kepergiannya)”.
Maka Husain Radhiyallahu ‘anhu menjawab: “Sungguh jika aku terbunuh
di tempat demikian dan demikian, tentu lebih aku sukai daripada aku
mengorbankan kemuliaan negeri Mekah ini”
[4]
Husain Radhiyallahu ‘anhu akhirnya tetap berangkat menuju Irak
setelah sebelumnya mengutus Muslim bin ‘Aqil bin Abi Thalib ke Irak
untuk mengadakan penyelidikan, dan akhirnya mendapat berita bahwa beliau
harus segera ke Irak.
[5]
Namun, ketika Ibnu ‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma tiba di Madinah, beliau
mendengar berita bahwa Husain sedang menuju ke Irak. Mengingat betapa
bahayanya Irak bagi Husain Radhiyallahu ‘anhuma, maka Ibnu Umar
Radhiyallahu ‘anhuma pun menyusulnya untuk menyarankan agar Husain
mengurungkan niatnya. Tetapi, karena harapan-harapan yang diberikan oleh
orang-orang Irak, maka Husain tetap pada pendiriannya untuk berangkat
ke Irak. Maka Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma pun dengan berat hati
melepaskannya setelah sebelumnya memeluk Husain Radhiyallahu ‘anhu dan
mengucapkan kata perpisahan. Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma berkata:
“Aku titipkan engkau kepada Allah dari kejahatan seorang pembunuh”.
[6]
Demikianlah, akhirnya Husain bin ‘Ali Radhiyallahu ‘anhuma tetap berangkat ke Irak
Sebagian riwayat menyatakan bahwa Beliau
radhiyallahu ‘anhu mengambil keputusan ini karena belum mendengar kabar tentang sepupunya, Muslim bin ‘Aqil, yang telah dibunuh disana.
Akhirnya, berangkatlah Husain
radhiyallahu ‘anhu bersama keluarga menuju Kufah.
Sementara di pihak yang lain, ‘Ubaidullah bin Ziyâd diutus oleh Yazid
bin Muawiyah untuk mengatasi pergolakan di Irak. Akhirnya, ‘Ubaidullah
dengan pasukannya berhadapan dengan Husain
radhiyallahu ‘anhu
bersama keluarganya yang sedang dalam perjalanan menuju Irak. Pergolakan
ini sendiri dipicu oleh orang-orang yang ingin memanfaatkan Husain
radhiyallahu ‘anhu. Dua pasukan yang sangat tidak imbang ini bertemu, sementara orang-orang Irak yang (telah) membujuk Husain
radhiyallahu ‘anhu, dan berjanji akan membantu dan menyiapkan pasukan justru melarikan diri meninggalkan Husain
radhiyallahu ‘anhu dan keluarganya berhadapan dengan pasukan ‘Ubaidullah. Sampai akhirnya, terbunuhlah Husain
radhiyallahu ‘anhu
sebagai orang yang terzhalimi dan sebagai syahid. Kepalanya dipenggal
lalu dibawa ke hadapan ‘Ubaidullah bin Ziyâd dan kepala itu diletakkan
di bejana.
Dalam tragedi mengenaskan ini, di antara Ahlul Bait yang gugur
bersama Al Husain adalah putera Ali bin Abi Thalib lainnya; Abu Bakar
bin Ali, Umar bin Ali, dan Utsman bin Ali.
Demikian pula putera Al Hasan, Abu Bakar bin Al Hasan. Namun anehnya,
ketika Anda mendengar kaset-kaset, ataupun membaca buku-buku Syiah yang
menceritakan kisah pembunuhan Al Husain , nama keempat Ahlul Bait
tersebut tidak pernah diungkit. Tentu saja, agar orang tidak berkata
bahwa Ali memberi nama anak-anak beliau dengan nama-nama sahabat
Rasulullah ; Abu Bakar, Umar, dan ‘Utsman. Tiga nama yang paling dibenci
orang-orang Syiah.
Kemana perginya para pengirim ratusan surat itu? Mana 12.000 orang yang katanya akan berbaiat rela mati bersama Al Husain ?
Mereka tidak memberikan pertolongan kepada Muslim bin Uqail, utusan Al
Husain yang beliau utus dari Makkah ke Kufah. Tidak pula berperang
membantu Al Husain melawan pasukan Ibnu Ziyad. Maka tak heran jika
sekarang orang-orang Syiah meratap dan menyiksa diri mereka setiap 10
Muharram, sebagai bentuk penyesalan dan permohonan ampun atas dosa-dosa
para pendahulu mereka terhadap Al Husain .
Tidak mengherankan kalau Ibnu Umar menyalahkan penduduk irak sebagai
pembunuh Husain dalam sebuah atsar yang diriwayatkan Oleh Al Imam Al
bukhari haditss no. 3470
عن ابن أبي نعم قال كنت شاهدا لابن عمر وسأله
رجل عن دم البعوض فقال : ممن أنت ؟ فقال : من أهل العراق ، قال
انظروا إلى هذا يسألني عن دم البعوض وقد قتلوا ابن النبي صلى الله عليه
وسلم ، وسمعت النبي صلى الله عليه وسلم يقول هما ريحانتاي من
الدنيا
Dari ibnu Abi Nuaim, dia berkata:” saya menyaksikan Abdullan bin Umar
ketika ditanya oleh seseorang tentang darah nyamuk, Maka ibnu umar
bertanya: “engkau darimana? Dia menjawab:”dari irak, Maka ibnu Umar
berkata:”Lihatlah orang ini! Dia bertanya kepadaku tentang darah nyamuk
padahal mereka telah membunuh cucu Rasulullah Shallalahu Alaihi
Wasallam, Aku telah mendengar Rasullullah Shallallahu Alaihi Wasallam
bersabda:”mereka berdua adalah Bunga rahanku didunia.
Kisah Kepala Husain
Riwayat yang paling shahih tentang kepala Husain telah dibawakan oleh Imam al-Bukhâri, nomor 3748:
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ الْحُسَيْنِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ قَالَ
حَدَّثَنِي حُسَيْنُ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ مُحَمَّدٍ
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أُتِيَ عُبَيْدُ اللَّهِ
بْنُ زِيَادٍ بِرَأْسِ الْحُسَيْنِ فَجُعِلَ فِي طَسْتٍ فَجَعَلَ يَنْكُتُ
وَقَالَ فِي حُسْنِهِ شَيْئًا فَقَالَ أَنَسٌ كَانَ أَشْبَهَهُمْ بِرَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ مَخْضُوبًا
بِالْوَسْمَةِ
“
Aku diberitahu oleh Muhammad bin Husain bin Ibrâhîm, dia
mengatakan; aku diberitahu oleh Husain bin Muhammad, kami diberitahu
oleh Jarîr dari Muhammad dari Anas bin Mâlik radhiyallahu ‘anhu, dia
mengatakan; ‘Kepala Husain dibawa dan didatangkan kepada ‘Ubaidullah bin
Ziyâd. Kepala itu ditaruh di bejana. Lalu ‘Ubaidullah bin Ziyâd
menusuk-nusuk (dengan pedangnya) seraya berkomentar sedikit tentang
ketampanan Husain. Anas radhiyallahu ‘anhu mengatakan; ‘Diantara
Ahlul-Bait, Husain adalah orang yang paling mirip dengan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.’ Saat itu, Husain radhiyallahu ‘anhu
disemir rambutnya dengan wasmah (tumbuhan, sejenis pacar yang condong ke
warna hitam).
Lalu ‘Ubaidullah yang durhaka ini kemudian menusuk-nusuk hidung, mulut dan gigi Husain
radhiyallahu ‘anhu, padahal disitu ada Anas bin Mâlik, Zaid bin Arqam dan Abu Barzah al-Aslami
radhiyallahu ‘anhuma. Anas
radhiyallahu ‘anhu mengatakan; “
Singkirkan pedangmu dari mulut itu, karena aku pernah melihat mulut Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencium mulut itu!” Mendengarnya, orang durhaka ini mengatakan; “
Seandainya saya tidak melihatmu sudah tua renta yang akalnya sudah rusak, maka pasti kepalamu saya penggal.”
Dalam riwayat at-Tirmidzi dan Ibnu Hibbân dari Hafshah binti Sirîn dari Anas
radhiyallahu ‘anhu dinyatakan:
“
Lalu ‘Ubaidullah mulai menusukkan pedangnya ke hidung Husain radhiyallahu ‘anhu.”
Dalam riwayat ath-Thabrâni
rahimahullah dari hadits Zaid bin Arqam
radhiyallahu ‘anhu:
“
Lalu dia mulai menusukkan pedang yang di tangannya ke mata dan
hidung Husain radhiyallahu ‘anhu. Aku (Zaid bin Arqam) mengatakan;
‘Angkat pedangmu, sungguh aku pernah melihat mulut Rasulullah (mencium)
tempat itu.’”
Demkian juga riwayat yang disampaikan lewat jalur Anas bin Mâlik
radhiyallahu ‘anhu:
“
Aku (Anas bin Malik) mengatakan kepadanya; ‘Sungguh aku telah
melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencium tempat dimana
engkau menaruh pedangmu itu.’ Lalu Ubaidullah mengangkat pedangnya.”
Dari sini, kita mengetahui betapa banyak riwayat palsu tentang peristiwa ini yang menyatakan bahwa kepala Husain
radhiyallahu ‘anhu diarak sampai diletakkan di depan Yazid
rahimahullah. Para wanita dari keluarga Husain
radhiyallahu ‘anhu
dikelilingkan ke seluruh negeri dengan kendaaraan tanpa pelana, ditawan
dan dirampas. Semua ini merupakan kepalsuan yang dibuat Rafidhah
(Syiah). Karena Yazid
rahimahullah saat itu sedang berada di Syam, sementara kejadian memilukan tersebut berlangsung di Irak.
Syaikhul-Islam ibnu Taimiyyah
rahimahullah mengatakan;
“Al-Husain terbunuh di Karbala di dekat Eufrat dan jasadnya dikubur
di tempat terbunuhnya, sedangkan kepalanya dikirim ke hadapan Ubaidillah
bin Ziyad di Kufah.
Demikianlah yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahihnya dan dari para imam yang lain.
Adapun tentang dibawanya kepala beliau kepada Yazid telah
diriwayatkan dalam beberapa jalan yang munqathi’ (terputus) dan tidak
benar sedikitpun tentangnya.
Bahkan dalam riwayat-riwayat tersebut tampak sesuatu yang menunjukkan
kedustaan dan pengada-adaan. Disebutkan padanya bahwa Yazid menusuk
gigi taringnya dengan besi dan sebagian para shahabat yang hadir seperti
Anas bin Malik, Abi Barzah dan lain-lain mengingkarinya. (tidak suka,
red)
Hal ini adalah pengaburan, karena sesungguhnya yang menusuk dengan
besi adalah ‘Ubaidilah bin Ziyad. Demikian pula dalam kitab-kitab shahih
dan musnad, bahwasanya mereka menempatkan Yazid di tempat ‘Ubaidilah
bin Ziyad. Adapun ‘Ubaidillah, tidak diragukan lagi bahwa dialah yang
memerintahkan untuk membunuhnya (Husain) dan membawa kepalanya ke
hadapan dirinya. Dan akhirnya Ibnu Ziyad pun dibunuh karena itu.
Dan lebih jelas lagi bahwasanya para shahabat yang tersebut tadi
seperti Anas dan Abi Barzah tidak berada di Syam, melainkan berada di
Iraq ketika itu.
Sesungguhnya para pendusta adalah orang-orang jahil (bodoh), tidak mengerti apa-apa yang menunjukkan kedustaan mereka.”
[7]
Adapun tempat yang selama ini dianggap sebagai kuburan Husain atau
kuburan kepala Husain di Syam, di Asqalan, di Mesir atau di tempat lain,
maka itu adalah dusta, tidak ada bukti sama sekali. Karena semua ulama
dan sejarawan yang dapat dipercaya tidak pernah memberikan kesaksian
tentang hal itu. Bahkan mereka menyebutkan bahwa kepala Husain dibawa ke
Madinah dan dikuburkan di sebelah kuburan Hasan
Adapun yang dirajihkan oleh para ulama tentang kepala Al-Husain bin
Ali radhiyallahu ‘anhuma adalah sebagaimana yang disebutkan oleh az-
Zubair bin Bukar dalam kitabnya Ansab Quraisy dan beliau adalah seorang
yang paling ‘alim dan paling tsiqah dalam masalah ini (tentang keturunan
Quraisy). Dia menyebutkan bahwa kepala Al-Husain dibawa ke Madinah
An-Nabawiyah dan dikuburkan di sana. Hal ini yang paling cocok, karena
di sana ada kuburan saudaranya Al-Hasan, paman ayahnya Al-Abbas dan anak
Ali dan yang seperti mereka.
[8]
Komentar Ibnu Taimiyah Tentang pembunuhan Husain
“Ketika Husain bin ‘Ali Radhiyallahu ‘anhuma terbunuh pada hari
‘Asyura, yang dilakukan oleh sekelompok orang zhalim yang melampaui
batas, dan dengan demikian berarti Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
memuliakan Husain Radhiyallahu ‘anhuma untuk memperoleh kematian sebagai
syahid, sebagaimana Allah Azza wa Jalla juga telah memuliakan Ahlu
Baitnya yang lain dengan mati syahid, seperti halnya Allah Azza wa Jalla
telah memuliakan Hamzah, Ja’far, ayahnya yaitu ‘Ali dan lain-lain
dengan mati syahid. Dan mati syahid inilah salah satu cara Allah Azza wa
Jalla untuk meninggikan kedudukan serta derajat Husain Radhiyallahu
‘anhuma. Maka, ketika itulah sesungguhnya Husain Radhiyallahu ‘anhuma
dan saudaranya, yaitu Hasan Radhiyallahu ‘anhuma menjadi pemuka para
pemuda Ahli sorga.”
[9]
Kesyahidan Husain menurut Syaikhul Islam
“Husain Radhiyallahu ‘anhuma telah dimuliakan Allah Subhanahu wa
Ta’ala dengan mati syahid pada hari (‘Asyura) ini. Dengan peristiwa ini,
Allah Azza wa Jalla juga berarti telah menghinakan pembunuhnya serta
orang-orang yang membatu pembunuhan terhadapnya atau orang-orang yang
senang dengan pembunuhan itu. Husain Radhiyallahu ‘anhuma memiliki
contoh yang baik dari para syuhada yang mendahuluinya. Sesungguhnya
Husain Radhiyallahu ‘anhuma dan saudaranya (yaitu Hasan) Radhiyallahu
‘anhuma merupakan dua orang pemuka dari para pemuda Ahli sorga. Keduanya
merupakan orang-orang yang dibesarkan dalam suasana kejayaan Islam,
mereka berdua tidak sempat mendapatkan keutamaan berhijrah, berjihad dan
bersabar menghadapi beratnya gangguan orang kafir sebagaimana dialami
oleh para Ahli Baitnya yang lain. Karena itulah, Allah Azza wa Jalla
memuliakan keduanya dengan mati syahid sebagai penyempurna bagi
kemuliaannya dan sebagai pengangkatan bagi derajatnya agar semakin
tinggi. Pembunuhan terhadap Husain Radhiyallahu ‘anhuma ini merupakan
musibah besar. Dan Allah Azza wa Jalla mensyari’atkan agar hamba-Nya
ber-istirja’ (mengucapkan innâ lillâh wa innâ ilaihi raji’ûn) ketika
mendapatkan musibah dengan firman-Nya:
“Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu)
orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:”Innâ
lillâh wa innâ ilaihi râji’ûn “. Mereka itulah yang mendapatkan
keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabbnya, dan mereka itulah
orang-orang yang mendapat petunjuk.” [al-Baqarah/2:155-157]
[10]
Semoga Kita dapat mengambil Pelajaran dari kisah ini.
Semoga bermanfaat.
Artikel ini merupakan saduran dari Tulisan Ustadz Ahmas Faiz
Asifuddin dan ustadz Abdul Hakim serta sumber-sumber lain dengan
beberapa perubahan sesuai dengan Misi blog ini.
[1]
Siyar A’lâm Nubalâ (III/288-289). Pentahqiq kitab ini (Muhammad Na’im
al-‘Arqasusy dan Ma’mûn Shagharjiy) mengatakan, hadits itu dan yang
senada diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Thabrani dan lain-lain, sedangkan
para perawinya oleh al-Haitsami dikatakan sebagai para perawi yang
tsiqah.
[2] Al-Bidâyah wan Nihâyah (VIII/150)
[3]
Mereka (penduduk irak) mengatakan telah menyediakan 12000 pasukan untuk
mengamankan kedatangan Husain, Namun hingga Husain dipenggal kepalanya,
tak ada satupun yang muncul.
[4]
Siyar A’lâm Nubalâ (III/292). Pentahqiq kitab ini (Muhammad Na’im
al-‘Arqasusy dan Ma’mûn Shagharji) mengatakan, riwayat ini diriwayatkan
oleh ath-Thabrâni, sedangkan para perawinya oleh al-Haitsami dikatakan
sebagai para perawi yang dipakai dalam kitab Shahîh.
[5] al-Bidâyah wan Nihâyah (VIII/153 dst)
[6] Siyar A’lâm Nubalâ (III/292)
[7] Majmû’ Fatâwa, ( IV/ 507)
[8] Majmû’ Fatâwa (XXVII/465)
[9] Majmû’ Fatâwa (XXV/302)
[10] Majmû’ Fatâwa (IV/511)
Baca Artikel yang terkait dengan ini >>
Syahidnya Sayyidina Husein Radhiallahu'anhu di Padang Karbala